Ventura Elisawati (dok. pribadi)
Jakarta - Menyambut HUT RI ke 63, ada nuansa kemerdekaan bagi warga internet di Indonesia. Setidaknya, di beberapa wilayah, misalnya, bisa menikmati Speedy Gratis Bebas Kuota. Selain itu, tarif Internet Telkom Jateng-DIY dipangkas dan hotspot gratis juga tumbuh dimana-mana.
Geliat penurunan tarif internet memang sudah beberapa saat ini digulirkan. Dalam sebuah kesempatan pada Mei lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh "menjanjikan" bahwa tarif internet akan turun sekitar 20-40%. Sebelumnya, para provider penyedia jasa internet pun telah mengoreksi harga bandwidth internasionalnya dari US$ 2.200 – US$ 2.500 per Mbps menjadi US$ 1.300 –US$ 1.800.
Saat ini penetrasi internet di Indonesia masih relatif kecil. Menurut Internetworldstats, pada 2007, 20 besar populasi internet dunia adalah sebagai berikut: Swedia 91%, Hong Kong 71%, AS 69%, Singapura 68%, Korea Selatan 65%, Australia 64%, Taiwan 61%, Jepang 61%, Inggris 60%, Jerman 55%, Canada 53%, Finlandia 51%, Itali 49%, Perancis 39%, Malaysia 38%, Spanyol 33%, Chili 23%, Mexico 10%, Indonesia 8,9%, Cina 8%.
Indonesia, dengan penetrasinya yang 8,9% menempati urutan 19 dalam populasi internet dunia. Data APJII menyebut pada akhir 2007 pemakai internet di Indonesia mencapai 25 juta. Tahun ini diperkirakan tumbuh 40%. Dengan pertumbuhan seperti itu. Internetworldstat memperkirakan pada 2012, jumlah pengguna internet di Indonesia akan sama besarnya dengan jumlah pengguna internet di Asia Tenggara.
Perkiraan ini rasanya tidaklah mengada-ada. Selain tarif murah internet (bahkan gratis), jangkauannya makin luas, dan diharapkan jaringan internet lokal akan membaik dengan adanya WIMAX ataupun LTE. Alat untuk mengakses internetpun semakin terjangkau. Harga komputer bahkan laptop juga 'terjun payung'. Laptop standar untuk akses internet menggunakan wifi (Netbook) juga sudah sebanding dengan harga ponsel cerdas: Rp 3-4 juta-an.
Artinya, masyarakat makin mudah mengakses internet. Ini sesuai dengan keinginan pemerintah untuk "memasyarakatkan internet dan menginternetkan masyarakat". Pertanyaan selanjutnya,"ngenet untuk akses apa?". Inilah yang perlu dipikirkan dan disiapkan oleh pemangku kepentingan di industri ini, yaitu: konten. Ya, konten yang positif agar masyarakat yang sudah sadar internet tidak keblusuk atau tersesat masuk ke situs-situs yang kurang bermanfaat bahkan bisa merusak moral bangsa, seperti sempat ditengarai beberapa saat lalu.
Saat ini media sosial di internet (milis/forum, blog, situs jejaring sosial, wiki dan lainnya) bisa menjadi alternatif. Media sosial makin populer di Indonesia, baik sekedar untuk mencari kawan, bersosialisasi, forum diskusi, maupun lebih dari itu. Menjaring massa dan dukungan, misalnya. Rupanya, sukses Barrack Obama dalam menggalang suara dan dukungan melalui jejaring sosial seperti Facebook, Myspace dan lainnya, menginspirasi banyak pihak di sini untuk melakukan hal serupa.
Yang jelas, harus diakui, pelbagai jejaring sosial yang ada telah menjadi alternatif pengisi konten yang positif. Sebagai contoh, blog adalah salah satu media sosial yang bisa dibuat oleh siapa saja dengan memanfaatkan teknologi Web 2.0 dimana public generate content. Bahkan, kini, para guru di sejumlah sekolah telah di'wajibkan' memiliki blog. Dengan begitu, pelbagai pelajaran bisa diupload di blog dan para orang tua muridpun bisa akses, dan bahkan chit chat dengan guru melalui blog yang ada.
Pertumbuhan blogger di Indonesia cukup menggembirakan. Jumlah blogger terus meningkat yaitu 130.000 pada tahun 2007. Pada 2008 yang memiliki akun di Blogspot sudah sekitar 247.000, di Wordpress 125.000, blog service lainnya sekitar 75.000. Penambahan fitur Bahasa Indonesia di Wordpress dan Blogspot, menunjukkan potensi pertumbuhan blogger Indonesia sangat besar. Dan itu tentu saja sangat berkait dengan potensi bisnis di dunia maya.
Dalam sebuah diskusi dengan sebuah agensi iklan internasional beberapa saat lalu disebutkan bahwa pada 2007 belanja iklan media digital dari Indonesia mencapai sekitar Rp 70 miliar. Namun, situs-situs Indonesia hanya kebagian kurang dari 40%. Sisanya diborong situs-situs asing Google, Yahoo, Friendster, dan lainnya. Tahun ini diproyeksikan angkanya akan mencapai di atas Rp 100 miliar.
Jika situs-situs Indonesia masih "miskin" konten yang diminati publik pengakses internet, maka bisa jadi nasibnya akan sama dengan tahun lalu. Yang pasti dari 10 top site versi alexa.com yang diakses dari Indonesia, hanya 2 situs Indonesia yang tercantum di situ yaitu kaskus.us di urutan 7 dan detik.com di urutan 10. Lainnya, situs asing.
Mumpung kita masih menikmati "kemerdekaan" berinternet, inilah saatnya membuat keragaman konten untuk mencerahkan dan mencerdasakan bangsa yang sudah merdeka selama 63 tahun. Ini juga sekaligus untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Kalau tidak sekarang, apakah kita mesti menunggu sampai muncul regulasi di bidang internet, yang akhirnya membelenggu "kemerdekaan" kita?
0 komentar:
Posting Komentar